Merendahkan Orang

Merendahkan orang lain itu tidak baik. Hahaha… aksiomatis sekali tema ini (btw, aksiomatis artinya sesuatu yang diterima sebagai kebenaran tanpa butuh pembuktian). Tenang, tulisan ini tidak akan bicara tentang kenapa merendahkan orang lain itu tidak baik. Anda semua sudah paham-lah tentang itu.

Tulisan ini adalah cerita tentang saya, tentang pikiran ini yang entah kenapa secara otomatis merendahkan dua tipe orang. Saya sudah berusaha mengontrol, tapi pikiran merendahkan ini datang begitu saja, otomatis. Entah kenapa.

Tipe orang yang pertama adalah orang-orang yang tidak bisa mengatur shof ketika sholat. Lebih tepatnya orang-orang yang tidak tahu cara memulai shof baru, orang yang ketika memulai shof baru mulainya dari pinggir kanan sekali atau dari kiri sekali.

Saya selain sholat di masjid kampung, kadang-kadang juga sholat di masjid jami’. Meskipun agak sedikit jauh, tapi masjidnya rapi, bersih, dan lumayan besar juga, jadinya enak sholat di sana. Jadi karena masjidnya besar, otomatis shofnya juga lebar, jarak ujung kanan dan kirinya jauh.

Nah, jika kebetulan datang telat, kadang-kadang saya lihat shof paling belakang mulainya bukan dari tengah-tengah tapi malah dari kiri atau kanan. Gara-garanya ada satu orang yang memulai shof, dia memulainya dari pinggir sekali dan akibatnya orang-orang jadi terpaksa ikut dia agar shofnya tidak terputus.

Kalau melihat pemandangan seperti itu, pikiran ini akan langsung men-judge orang yang memulai. “Siapa sih? nggak becus banget bikin shof. Masa mulai shof saja nggak bisa. Bodoh.” Apalagi jika sang tersangka itu orang yang sudah berumur, sudah bapak-bapak. “Sudah tua tapi bodoh, bikin shof saja ga becus. Keterlaluan.” Fuh, otomatis merendahkan. Entah kenapa saya geram sekali masalah ini. Mungkin gara-gara jamaah sholat yang rapi bagus jadi rusak gara-gara orang macam ini.

Dan ini tidak bagus. Saya tahu itu tidak bagus dan sedang dalam usaha untuk memperbaikinya. Karena bisa jadi, orang yang ‘bodoh nggak bisa buat shof’ itu orang yang baru masuk islam, pengetahuannya terbatas. Bisa jadi juga dia orang yang baru bertaubat setelah lama tidak pernah sholat di masjid. Ada banyak ‘bisa jadi’. Mungkin mereka punya udzur sesuatu sehingga tidak sempat belajar sesuatu yang sederhana semacam cara memulai shof.

Tipe orang yang saya rendahkan secara otomatis kedua adalah: perokok. Ketika melihat ada orang yang merokok, secara otomatis saya akan menganggapnya sebagai orang bodoh, orang kelas bawah.

Jika ada perokok kemudian datang ke saya memberikan nasehat ini dan itu, maka saya secara otomatis menganggap nasehatnya sebagai sampah yang tak layak dianggap. Ekstrim sekali. Ya, bagaimana lagi, orang yang tidak becus merawat dirinya sendiri tak punya kelayakan menasehati orang lain. Jadi jangan harap ada omongan dari mereka yang saya dengarkan.

Malah saya pernah punya pikiran bahwa rokok itu memang racun, tapi bukan sembarang racun. Ia adalah racun cerdas. Kenapa? karena dia racun yang bisa menarget spesifik orang-orang tertentu. Menarget orang-orang bodoh. Biarkan saja mereka merokok, murahkan harga rokok, tambahkan kadar nikotinnya kemudian bagikan masker yang bagus untuk orang-orang yang bukan perokok. Kemudian biarkan para perokok itu sakit dan mati. Dengan begitu nanti negeri kita bersih dari orang-orang bodoh, bersih dari orang-orang kelas bawah. Jahat sekali kan?  Yah begitulah gambaran kadar kebencian saya pada perokok.

Dan pikiran merendahkan ini tidak bagus. Saya tahu ini tidak bagus dan sedang berusaha memperbaikinya. Boleh jadi perokok itu adalah orang yang diuji dengan kecanduan nikotin, kecanduan rokok. Sebagaimana orang lain diuji dengan kecanduan pornografi atau kecanduan sosmed. Dan bisa jadi mereka sedang dalam perjalanan untuk berusaha berhenti. Bisa jadi ini, bisa jadi itu.

Sebagai pengingat, saya menulis ini semata-mata untuk bercerita bukan untuk menjustifikasi apa yang saya lakukan. Karena saya tahu apa yang saya lakukan / pikirkan itu tidak baik dan termasuk ke dalam ‘merendahkan orang lain’. Saya sedang berusaha memperbaikinya.

Merendahkan orang lain itu tidak baik, bagaimanapun bentuknya. Setiap orang memiliki potensi untuk menjadi orang baik dan hebat. Bisa jadi orang-orang yang kita anggap rendah itu kemudian mendapat hidayah dan taufik, kemudian ia menjadi orang baik yang kebaikannya melebihi kita. So, keep humble, don’t lose hope on humanity.

Mojosari, 30 Juni 2018

(Sedang ingin memulai memberi signature yang isinya tempat dan tanggal tulisan dibuat, haha kayaknya keren juga)

19 thoughts on “Merendahkan Orang

Leave a comment