Saya adalah penduduk asli Kabupaten Mojokerto. Jika anda tidak pernah dengar nama Mojokerto, mungkin anda pernah dengar nama Mojopahit. Iya, tempat tinggal saya adalah bekas bumi Negeri Mojopahit. Negeri Mojopahit yang dulu pernah berambisi dan bersumpah untuk menyatukan Nusantara.
Jadi, Mojokerto adalah kabupaten yang low profile. Benar-benar low profile. Tapi beberapa hari ini nama Mojokerto beberapa kali muncul di portal berita internet atau TV. Pasalnya, KPK sedang datang kemari dan menggeledah beberapa kantor tempat pemerintah daerah berdinas. KPK juga menyita beberapa aset mewah sang Bapak Bupati.
Saya tidak hendak bercerita tentang korupsi.
Pemberitaan korupsi ini membuat saya ingat tentang sebuah kisah yang terjadi di masa lampau yang telah dicatat oleh para ulama dalam lembaran kitab sejarah yang indah.
Tentang pemimpin tertinggi kaum muslimin di zaman itu, Khalifah Harun Al Rasyid. Ketika sedag musim haji. Sang khalifah tengah berada di Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji.
Beliau tengah mengerjakan sa’i. Bersiap-siap meninggalkan Marwah untuk pergi menuju Shafa. Tiba-tiba saja ada seorang yang sudah tua, Abdullah Al-Umari, memanggilnya.
“Wahai Harun !”
“Labaik, wahai pamanku”, Khalifah menoleh dan menjawab panggilannya.
“Kemari, naiklah ke bukit Shafa”.
Khalifah menuruti permintaannya dan kemudian naik ke atas bukit Marwah. Dari atas bukit Marwah mereka bisa melihat dengan jelas para jamaah haji yang menyemut di bawah.
Abdullah Al Umari mengatakan,”Sekarang lihatlah ke arah Baitullah, berapa banyak orang yang ada di sana?”
Khalifah menjawab, “Siapa juga yang sanggup menghitung jumlah mereka.”
“Berapa banyak lagi orang-orang, kaum muslimin, yang seperti mereka?”
Khalifah menjawab, “Hanya Allah yang sanggup menghitung jumlah mereka.”
Al Umari berkata, “Ketauhilah, masing-masing dari orang-orang itu akan dimintai pertanggunjawaban atas perbuatannya sendiri-sendiri. Sementara kau, sebagai pemimpin, akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka semuanya, cobalah perhatikan bagaimana jadinya dirimu nanti??”
Peringatan Al Umari itu membuat Sang Khalifah jatuh terduduk. Matanya basah. Kemudian air mata yang berlinang itu menjadi semakin deras. Sang Khalifah pun menangis tersedu. Membayangkan betapa berat pertanggungjawaban yang harus ia siapkan nanti.
Orang-orang yang saat itu berada di sekitar Sang Khalifah pun berebutan memberikan sapu tangan mereka.
Al Umari kemudian meneruskan peringatannya, “Demi Allah, sesungguhnya orang yang menghambur-hamburkan harta pribadinya pantas untuk dibekukan hartanya. Lantas bagaimana dengan orang yang menghambur-hamburkan harta kaum muslimin??”
Kemudian Al Umari beranjak pergi, meninggalkan Sang Khalifah yang masih menangis tergugu.
Sungguh kepemimpinan dan kekuasaan itu bukanlah hal yang ringan. Sangat berat tanggung jawabnya di dunia. Dan berlipat-lipat lagi beratnya saat nanti di akhirat. Ada berapa banyak kah pemimpin kita sekarang yang menyadari hal ini?
(ref: Aina Nahnu Min Akhlaqis Salaf)
Like this:
Like Loading...