Benci Fiksi – Bukan Fiksi #2

Tulisan ini adalah tulisan bagian kedua. Bagian pertama bisa dibaca di sini


Jika pada bagian pertama yang lalu kita mengenal dia yang sangat akrab dengan dunia fiksi. Dia yang menikmati setiap kalimat cerita dan karakter fiksi yang pernah ditemuinya. Pada bagian kedua ini, dia telah tumbuh menjadi sedikit lebih dewasa dan berubah statusnya menjadi mahasiswa.

Sebagai mahasiswa, hidupnya bisa dikatakan sempurna. Sempurna dari semua sisi. Dia adalah mahasiswa di sebuah universitas yang disebut-sebut sebagai yang terbaik di negeri ini. Di jurusan yang banyak orang bilang bergengsi dan sulit.

Secara akademis, nilainya termasuk di atas rata-rata. IPK di atas 3,5 bisa dia dapatkan dengan effortless. Penjelasan setiap dosenpun mudah dipahaminya. Ia seringkali menjadi rujukan belajar teman-temannya yang lain.

Secara ekonomi, ia tidak pernah merasakan kekurangan meskipun berstatus sebagai mahasiswa. Mahasiswa biasanya akrab dengan mi goreng dan kelaparan di akhir bulan, tapi dia sama sekali takpernah mengalaminya. Uang sakunya mengalir lancar dan banyak, lebih dari dua kali UMR di tempatnya tinggal. Ia sangat berkecukupan.

Kehidupan sosial sama sekali tidak ada masalah. Banyak teman-teman baik yang ada di sekitarnya. Tak pernah ada masalah serius yang membuat mereka renggang. Sebagai mahasiswa, dia juga tidak jarang turun ke masyarakat, berbaur dengan penduduk asli dusun tempat dia tinggal kos. Suatu hal yang bisa dibilang langka di zaman itu, mengingat banyak sekali mahasiswa yang sibuk dengan hidupnya sendiri atau sibuk dengan organisasi kampusnya dan sama sekali asing dengan lingkungan masyarakat kosnya.

Hidupnya sempurna. Semuanya berjalan baik melebihi ekspektasi keluarganya. Dan dia tetap akrab dengan dunia dan cerita-cerita fiksinya.

book-genre

Selalu ada “tapi” dalam setiap kesempurnaan yang dirasakan oleh manusia.

Dia yang memiliki hidup yang bisa dibilang sempurna memiliki satu ganjalan dalam hatinya. Dia yang cukup peka dengan masalah mental dan perasaan menyadari hal ini. Hatinya serasa mengatakan bahwa ada sesuatu yang kurang. Something is definitely missing. Sesuatu, entah apa sesuatu itu, sesuatu yang rasanya sangat penting. Ada sesuatu yang tidak lengkap.

Dia tahu bahwa perasaan ini bukan perasaan biasa. Banyak orang mengalami perasaan ini dalam satu fase pada hidupnya, tetapi mereka seringkali mereka salah sangka. Orang-orang yang hidup kekurangan menyangka bahwa perasaan ini muncul karena mereka miskin dan akan hilang jika mereka menjadi kaya. Orang-orang yang memiliki keluarga berantakan mengira bahwa perasaan ini adalah perasaan yang akan hilang jika saja keluarga mereka harmonis. Begitulah, orang-orang mengira bahwa perasaan itu adalah sesuatu yang akan hilang dan berubah menjadi lega saat hidup mereka sempurna.

Tapi kenyataannya tidak begitu. Dia yang hidupnya sempurna dan merasa puas dengan setiap sisi hidupnya juga merasakan perasaan itu. Perasaan itu jelas-jelas sesuatu yang lain, bukan sekadar ketidakpuasan. Dan dia sangat aware dengannya.

Something is missing.

Ada beberapa keping puzzle yang tidak lengkap.

Ada sesuatu yang terlewat.

Perasaan itu menuntunnya untuk tiba pada satu pertanyaan besar, “Beginikah seharusnya hidup?”

Pertanyaan yang sederhana dan sangat klise, memaksanya untuk memulai perjalanan panjang untuk menjawabnya. Dia mulai mempelajari bagaimanakah seharusnya manusia hidup. Apa sebenarnya tujuan eksistensi mereka. Apakah kita hidup begitu saja, mengejar apa yang orang-orang lain kejar? Berjalan ke arah orang-orang lain berjalan? Bersenang-senang dengan hal-hal trivial? Kemudian berakhir begitu saja?

Dia berada di lingkungan yang sangat tepat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Di lingkungannya tinggal, ia memiliki akses ke kitab-kitab ulama baik yang kontemporer maupun yang telah ditulis lebih dari seribu tahun lalu. Dia bersyukur pernah mempelajari Bahasa Arab. Ia mampu menyimak lembaran-lembaran ilmu yang terjaga dan terus diturunkan dari generasi ke generasi kaum muslimin, menjelaskan tentang hidup dan setiap detail tujuannya yang berlandaskan kalam Sang Pencipta Kehidupan.

Ia mulai punya gambaran jelas tentang kehidupan. Tentang bagaimanakah hakikat dunia sebenarnya. Tentang manusia dan apa yang harus mereka lakukan di atas muka bumi ini.

Dan pada titik itu, dia menyadari bahwa semua cerita fiksi kesukaannya adalah penghalang. Penghalang untuk memahami dunia dan kehidupan yang sebenarnya.

Cerita fiksi hanyalah sebuah cerita palsu yang dikarang oleh manusia. Sengaja dibangun sesuai dengan agenda masing-masing pengarang. Setting palsu, karakter palsu, premise palsu, semua struktur kehidupan di dalamnya adalah palsu.

Jika sebuah cerita fiksi bercerita tentang kebahagiaan, maka kebahagiaannya hanyalah sesuatu yang palsu. Cara-cara karakter dalam cerita fiksi itu untuk memperoleh kebahagiaan adalah palsu, hanya sesuai dengan keinginan pencerita, bukan sesuai dengan kenyataan sebenarnya.

Meskipun banyak pengarang mengaku bahwa mereka ingin menggambarkan kenyataan yang sebenarnya, tapi tetap saja mereka memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam menerjemahkan kenyataan. Ada banyak sisi kehidupan yang berjalan tidak sesuai dengan nalar dan logika kita.

Menggambarkan kehidupan, kenyataan dan setiap detail kaidah yang berlaku di dalamnya ke dalam sebuah kisah fiksi adalah hal yang mustahil dilakukan.

Maka berapa banyak penikmat cerita fiksi yang memiliki pemikiran yang delusional? Kemampuan mereka menerjemahkan kenyataan menjadi kacau karena teracuni dengan premise-premise palsu dari cerita yang mereka ikuti.

Maka dia pun berubah, dari penyuka dunia fiksi menjadi membencinya. Dia membenci meskipun dia masih ingat persis bagaimakah indahnya dunia fiksi itu. Ia memilih untuk hidup dalam kenyataan sebenarnya, memahami dan berurusan dengan kehidupan yang sebenarnya. Bukan fiksi yang palsu.

Dan sebagaimana judulnya, tulisan ini bukanlah sebuah cerita fiksi.


catatan: Kepada para penikmat cerita fiksi dan para produsen kisah fiksi, tulisan ini saya buat tanpa sama sekali mempedulikan perasaan kalian. Di satu sisi saya ingin minta maaf. Di sisi lain saya sama sekali tidak ingin meminta maaf.

Wake up!


 

Advertisement

Pondasi Berlian

Bagian terpenting dari sebuah bangunan adalah pondasi. Tanpa pondasi, sebuah bangunan tak akan mampu berdiri tegak. Semua bangunan membutuhkan pondasi, pondasi yang bagus yang kuat.

Semakin berat beban yang ditanggung oleh sang bangunan maka dibutuhkan pondasi yang semakin kuat. Untuk membentuk pondasi yang kuat tentu saja dibutuhkan batu-batu yang kuat.

Dan batu terkuat yang ada di muka bumi ini adalah berlian.

Pertanyaannya, relakah para berlian turun ke bawah untuk menjadi pondasi? Menjadi pondasi adalah sebuah tugas mulia karena ia memastikan bahwa sang bangunan tetap berdiri kokoh seberat apapun beban yang ia tanggung.

Menjadi pondasi berarti para berlian harus meninggalkan etalase-etalase kaca mereka yang mewah, kemudian mereka harus turun ke bawah mendedikasikan diri untuk menanggung beban yang sangat berat.

Menjadi pondasi juga berarti tidak akan ada lagi orang yang akan memuji kilauan mereka yang indah. Sebuah tugas mulia yang sangat berat tapi tanpa apresiasi dan pujian …

Maka aku bertanya pada kalian para berlian yang membaca tulisan ini,

“Relakah kalian mengemban tugas mulia ini?”

rect4485

Ataukah kalian lebih memilih hidup dalam etalase kaca dan menempel di jemari orang-orang kaya?”

3 Versus 1

Dia sedang merasa sumpek. Teman-temannya mulai membawa mobil baru, sedangkan ia masih belum memiliki mobil. Ia ingin punya mobil juga, yang bagus seperti milik teman-temannya. Hatinya terasa sumpek jika ia belum bisa memilikinya.

Dia pun berusaha keras, terengah-engah mencari cara mengumpulkan uang untuk membeli mobil baru. Rasanya ia  tidak sabar dan ingin cepat-cepat. Hingga akhirnya dia pun bisa membeli mobil baru yang bagus. Kredit sih, tapi tidak apa-apa, teman-temannya yang lain juga  beli lewat kredit. Dia merasa senang karena merasa tidak ketinggalan dengan teman-temannya.

Setelah memiliki sebuah mobil, ia mengira hidupnya akan tenang dan bahagia. Ternyata kenyataannya tidak. Dia merasa sumpek lagi. Sumpek karena alasan yang berbeda, ia khawatir terjadi apa-apa dengan mobil barunya yang bagus.

Hatinya tidak tenang. Khawatir kalau-kalau nanti mobilnya diserempet orang lalu catnya terkelupas. Dia khawatir kalau meninggalkan mobilnya di parkiran, takut-takut ada yang membobolnya. Khawatir kalau mobilnya dipinjam, jangan-jangan nanti yang pinjam kecelakaan. Kalau dia melihat ada orang yang dekat-dekat mobilnya ia merasa deg-degan, jangan-jangan dia punya niat buruk dengan mobilnya. Dia juga khawatir kalau-kalau mobilnya rusak karena salah maintenance. Khawatir ini, khawatir itu, di sini khawatir, di sana khawatir.

Ternyata setelah memiliki mobil bagus, ia tak sebahagia yang dia kira.

Sampai akhirnya pada suatu saat, apa yang dia khawatirkan terjadi juga. Mobilnya rusak karena kecelakaan. Rusak parah, hancur, tak lagi bisa digunakan. Mobil bagus yang dia bangga-banggakan sekarang telah tiada. Kenangang-kenangannya selama memiliki mobil itu membuatnya sedih. Dia kembali merasa sumpek.

rect4485


Sadarkah kita bahwa dalam satu kesenangan duniawi akan selalu ada tiga kesumpekan yang mengiringinya. Sumpek saat belum mampu mewujudkan kesenangan itu. Sumpek saat telah memilikinya karena takut kehilangan. Sumpek saat kesenangan itu telah benar-benar hilang.

Karena itu janganlah menjadi orang yang hatinya tertambat murni pada kesenangan dunia, jangan menjadi orang yang cita-cita tertingginya adalah tentang dunia. Orang semacam ini sungguh akan rugi, karena sumpek yang akan dia rasakan tiga kali lebih banyak dibandingkan kesenangan yang didapatkannya.

Benci Fiksi – Bukan Fiksi

Dia tidak ingat kapan mulai bisa membaca. Yang pasti sebelum bergabung masuk di taman kanak-kanak, ibunya telah mengajarinya. Di waktu masih sangat kecil itu pula ia mendapatkan buku komik pertamanya. Berkali-kalinya dibaca hingga lecek. Komik itu adalah tentang hantu Casper, dan cerita yang sering diulang-ulangnya adalah cerita tentang hantu teman Casper, namanya Spooky, yang kehilangan topinya. Dia masih ingat persis meskipun dia membacanya saat belum masuk TK.

book-genre

Ia menjadi suka membaca. Membaca majalah yang berlambang keluarga kelinci Bobo yang tiap minggu dibawakan oleh ayahnya sepulang kerja di pabrik. Saking seringnya membacanya, sampai-sampai ia jatuh sakit dan dilarang dokter membaca dan disuruh lebih banyak beristirahat.

Dia masih ingat persis tentang buku komik keduanya. Buku komik keduanya adalah buku komik hasil sitaan ibunya yang seorang guru. Buku itu lecek, warna kertasnya sudah kusam, covernya sudah lepas, bercerita tentang Goku dan teman-temannya yang akan menghadapi Cell dalam bentuk sempurnanya di sebuah turnamen. Iya, itu adalah komik Dragon Ball, ada yang masih ingat arc itu?

Dan ada satu lagi sumber bacaannya. Oomnya yang bekerja di pabrik kertas sering kali membawakan majalah-majalah komik yang ada banyak berserakan di penampungan sampah mereka. Tahukan biasanya pabrik kertas memiliki penampungan sampah-sampah kertas yang akan didaur ulang lagi. Di penampungan ini berserakan berbagai majalah komik, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang entah dari mana datangnya.

Kota kecil tempatnya tinggal tidaklah memiliki toko buku besar. Hanya toko buku yang menjual buku-buku paket untuk anak-anak sekolah. Karena itu, jika sedang berkunjung ke kota besar, tentu saja toko buku yang menjadi jujugannya. Membeli dan membawa pulang berbagai buku cerita dan komik tentu saja.

Itu sekelumit tentang masa kecilnya. Pada masa SD itu, piala pertama yang diperolehnya adalah piala untuk lomba menulis cerita fiksi.

Saat beranjak remaja, ia mulai berpindah. Dari komik menuju buku-buku light novel tipis terjemahan milik tantenya. Waktu itu penulis yang bukunya banyak laku adalah Miyuki Kobayashi, ada yang ingat nama itu? Ditambah buku-buku chicken soup yang sedang populer. Juga novel-novel Kang Abik mulai booming satu atau dua tahun kemudian. Ayat-Ayat Cinta adan Ketika Cinta Bertasbih dihabiskannya dalam satu atau dua kali duduk. Masa itu, buku komedi Raditya Dika juga mulai muncul di pasaran.

Ketika internet mulai masuk dan dikenal luas, ia menyadari bahwa buku-buku komik bisa dibaca gratis di sana. Sebuah dunia baru seperti terbuka untuknya. Membaca seratus chapter komik dalam satu hari bukanlah sebuah big deal untuknya. Jika sebuah chapter terdiri hampir dua puluh halaman, maka yang dibacanya adalah hampir dua ribu halaman dalam sehari. Dan kebiasaannya mengonsumsi komik-komik berbahasa inggris secara intens ini membuat nilai toefl-nya naik gila-gilaan.

Melewati internet, dia menyelami banyak genre, bertemu banyak karakter dan memasuki banyak dunia. Menapaki dunia-dunia dengan seting klise maupun dunia yang unik dan original. Menemukan hidden gem yang tidak dibaca banyak orang.

Ada satu perkataan penulis komik yang masih diingatnya, yaitu: menulis komik adalah menciptakan setting kemudian menyiapkan karakter, kemudian karakter-karakter itu akan bergerak sendiri membuat cerita yang bahkan sang penulis pun tak mampu memprediksinya. Itu adalah kata-kata penulis komik yang memiliki sebuah seri yang berjalan selama lebih dari 13 tahun. Sebuah seri komik fantasi yang membuat pembaca menahan nafas mengantisipasi ceritanya yang tidak bisa diprediksi sama sekali

Melewati internet pula dia berinteraksi dengan bentuk-bentuk lain story telling. Film, anime, light novel yang tebal dan berseri, video sketsa, dan sebagainya. Singkatnya, ia telah tenggelam dalam dunia fiksi sejak masih sangat dini. Semua cerita, pengalaman, dan perasaannya saat menapaki dunia fiksi itu masih segar di ingatannya. Anda tak perlu menjelaskan indah dan manfaatnya dunia fiksi kepadanya, ia telah memahaminya luar dan dalam. Dia menyukainya.

Hingga suatu saat …

(bersambung insya Allah)